Fenomena kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orangtua menjadi salah satu isu yang meresahkan di Indonesia akhir-akhir ini. Dalam berbagai pemberitaan, kita sering mendengar tentang anak-anak yang menjadi korban kekerasan fisik dan psikologis dari orang-orang yang seharusnya menjadi pelindung dan panutan mereka. Namun, jika kita melihat dari sudut pandang spiritual, fenomena ini tidak hanya menyentuh aspek sosial dan hukum, tetapi juga mengundang refleksi yang lebih mendalam tentang esensi kemanusiaan dan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan kita. Anak-anak yang menjadi korban kekerasan tidak hanya mengalami luka fisik, tetapi juga luka batin yang mendalam. Trauma psikologis ini dapat berdampak jangka panjang pada perkembangan mental dan spiritual mereka. Dari sudut pandang spiritual, setiap individu memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh, namun kekerasan dapat merusak potensi tersebut.
Dalam spiritualitas, orangtua memiliki tanggung jawab yang besar dalam membentuk karakter dan spiritualitas anak. Mereka adalah guru pertama yang mengenalkan anak pada nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan cinta kasih. Ketika orangtua memilih jalan kekerasan, mereka mengabaikan tanggung jawab suci ini.Untuk mencegah kekerasan, orangtua perlu meningkatkan kesadaran spiritual mereka sendiri. Dengan memahami bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi spiritual, mereka diharapkan lebih bijak dalam mendidik anak. Orangtua perlu berlatih untuk mengendalikan emosi negatif dan menanamkan nilai-nilai spiritual melalui contoh nyata, bukan melalui paksaan atau kekerasan.
Kekerasan fisik dan psikologis yang dialami oleh anak-anak, baik dalam bentuk pukulan, hinaan, atau ancaman, meninggalkan luka mendalam yang sulit sembuh. Luka ini bukan hanya dalam bentuk memar di tubuh, tetapi juga luka batin yang mengakar dalam jiwa mereka. Luka batin ini dapat menghambat anak-anak dalam memahami dan merasakan kasih sayang, yang merupakan elemen dasar dalam pertumbuhan spiritual.
Seorang anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan mungkin akan kesulitan mempercayai orang lain dan bahkan Tuhan. Mereka bisa merasa tidak layak untuk dicintai atau dihargai, yang berdampak pada bagaimana mereka membangun hubungan dengan diri mereka sendiri, orang lain, dan aspek-aspek spiritual dalam kehidupan mereka. Hal ini menjadi warisan negatif yang bisa terus terbawa hingga dewasa jika tidak segera disadari dan ditangani dengan bijak.
Solusi dari masalah warisan negatif yang menghambat pertumbuhan spiritual anak adalah orang tua berikhtiar untuk mengikuti program pelatihan RK (Rileks Koinsiens). Program ini dirancang untuk membantu mereka mengeluarkan emotional block, memory block, dan mental block yang mungkin tanpa disadari mereka bawa dan transfer kepada anak-anak.
Pelatihan RK fokus pada penyembuhan dan transformasi diri melalui teknik-teknik khusus yang membantu orang tua mengenali dan melepaskan hambatan-hambatan emosional dan mental yang mengganggu keseimbangan spiritual mereka. Dengan menjalani proses ini, orang tua dapat membersihkan diri dari energi negatif, yang pada gilirannya memungkinkan mereka untuk memberikan bimbingan dan kasih sayang yang lebih tulus kepada anak-anak mereka.
Lebih dari sekadar mengatasi masalah internal, pelatihan ini juga mengajarkan keterampilan komunikasi yang efektif, cara mengelola stres, serta meningkatkan kecerdasan spiritual (SQ) yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, orang tua yang mengikuti pelatihan RK akan lebih mampu menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan spiritual anak-anak mereka, membantu mereka menjadi pribadi yang utuh, bahagia, dan berakar pada nilai-nilai spiritual yang kuat.